Dalam Public Ralation kode etik disebut sebagai kode etik Publik Relation atau kode etik kehumasan atau etika profesi humas. Etika profesi humas merupakan bagian dari bidang etika khusus atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang profesi. Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relation Professional), baik secara kelembagaan atau dalam stuktur organisasi (Public Relation by Function) maupun individual sebagai penyandang profesional Humas (Public relation Officer by Professional) berfungsi untuk menghadapi dan mengantisipasi tantangan kedepan, yaitu pergeseran sistem pemerintahan otokratik menuju sistem reformasi yang lebih demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang terbuka, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan pasar bebas, khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos batas-batas wilayah suatu negara, sehingga dampaknya sulit dibendung oleh negara lain sebagai target sasarannya.
Pada akhirnya munculah titik tolak dari kode etik tersebut adalah untuk menciptakan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang hendak dicapai atau dikembangkan oleh pihak profesi bidang komunikasi pada umumnya, dan pada profesi kehumasan khususnya, melalui kode etik dan etika profesi sebagai refleksi bentuk tanggung jawab, perilaku, dan moral yang baik.
Aspek-aspek kode perilaku seorang praktisi humas, antara lain:
- Code of conduct,
merupakan kode perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majikan, media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesinya.
- Code of profession
merupakan standar moral, bertindak etis dan memiliki kualifikasi serta kemampuan tertentu secara profesional.
- Code of publication
merupakan standar moral dan yuridis etis melakukan kegiatan komunikasi, proses dan teknis publikasi untuk menciptakan publisitas yang positif demi kepentingan publik.
- Code of enterprise, menyangkut aspek hukum perizinan dan usaha, UU PT, UU Hak Cipta, Merk dan Paten, serta peraturan lainnya.
Di Indonesia, Perhimpunan Humas (Perhumas) telah membuat satu kode etik. Kode etik ini menggariskan berbagai permasalahan yang patut dilakukan dan patut ditaati oleh para praktisi Humas dalam membina hubungan dengan publik-publiknya, baik dengan klien, atasan, media massa, masyarakat, teman sejawat dan sebagainya yang terdiri dari 4 pasal, sedangkan Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) memiliki kode etik yang terdiri dari 17 pasal. Kedua kode etik tersebut berisi tentang hal-hal yang harus dipatuhi dan dilarang untuk dilakukan oleh praktisi Humas. Titik berat kode etik ini ialah tentang pentingnya para praktisi Humas mengamalkan sifat tanggung jawab, adil dan jujur semasa menjalankan tugas. Misalnya, dalam pasal satu (APPRI) tentang norma-norma perilaku profesional dinyatakan bahwa:”Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik mantan maupun sekarang, dan terhadap sesama anggota asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.” Seperti pula dijabarkan dalam pasal 4-5 sebagai berikut: “Seorang anggotanya tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apapun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan”. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana dengan baik. Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya atau yang diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia kliennya, baik di masa lalu, kini atau masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan. Sedangkan dalam Perhumas pasal IV dikatakan bahwa bila ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindakan yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Perhumas.
Selain itu, International Public Relation Association (IPRA) menyatakan kode etik humas yang kemudian diterima dalam konvensi-nya di Venice pada Mei 1961, isinya adalah :
1. Integritas pribadi dan profesional, reputasi yang sehat, ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA
2. Perilaku kepada klien dan karyawan :
2. Perilaku kepada klien dan karyawan :
- Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan
- Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan
- Menjaga kepercayaan klien dan karyawan
- Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain
- Tidak menggunakan metode yang menghina klien atau majikan lain
- Menjaga kompensasi yang bergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3. Perilaku terhadap publik dan media :
- Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
- Tidak merusak integritas media komunikasi
- Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan
- Memberikan gambar yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani
- Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani kepentingan pribadi yang terbuka.
4. Perilaku terhadap teman sejawat :
- Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain
- Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan kliennya
- Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik ini.
Hubungan klien dengan profesional merupakan sebuah hubungan kepercayaan. Hubungan kepercayaan ini berbeda dengan hubungan dengan pelayan ketrampilan. Etika erat kaitannya dengan pelaksanaan kode etik perilaku. Fungsi dari keduanya adalah untuk melindungi mereka yang mempercayakan kesejahteraan di tangan profesional. Perlindungan terhadap profesi tersebut berupa hak istimewa, status, dan kolegitas profesional. Dalam profesi, penerapan nilai-nilai moral dalam prakteknya disebut sebagai etika terapan.
Sesuai yang telah dipaparkan oleh IPRA terdapat fungsi Public Relation terhadap kliennya. Etika profesi kehumasan dapat menciptakan hubungan sinergis antara organisasi dengan kliennya. Pelayanan terhadap klien seharusnya dapat menjadi perhatian khusus oleh Public Relation karena sebagai fungsi menejemen yang berada di organisasi atau perusahaan peran humas dan hubungannya sangat dekat dengan klien dan bahkan menjadi pihak penengah antara organisasi dengan kliennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar